Pengusaha jalan tol, Jusuf Hamka, menceritakan sulitnya melakukan negosiasi utang dengan salah satu bank syariah swasta. Di tengah kondisi pandemi Covid-19 yang membuat kinerja perusahaan menurun, ia meminta relaksasi bunga utang, namun ditolak.
Kisah itu bermula saat perusahaan Jusuf Hamka di Jawa Barat melakukan perjanjian utang dengan bank syariah swasta senilai Rp 800 miliar. Dari utang tersebut, bank mematok bunga 11 persen.
Lantaran perusahaannya mengalami penurunan pendapatan akibat pambatasan kegiatan masyarakat di masa pandemi Covid-19 sejak 2020, Jusuf meminta bank menurunkan bunga utang dari 11 persen menjadi 8 persen. Adapun bunga 11 persen dinilai lebih tinggi ketimbang bunga bank konvensional.
“Mereka enggak mau, berkelit, berbelit, segala macam,” kata Jusuf dalam tayangan YouTube Podcast Deddy Corbuzier, Sabtu, 24 Juli 2021. Jusuf telah mengizinkan Tempo mengutip pernyataannya pada tayangan tersebut.
Padahal, bank syariah tidak mengenal konsep bunga karena dianggap riba. Bank syariah, menurut ketentuan, menerapkan sistem bagi hasil bagi nasabah yang disebut sebagai biaya sewa modal.
“Tapi ini bagi hasil kalau untung dibagi, kalau buntung disuruh telan sendiri. Ini terjadi di perusahaan saya di Jawa Barat,” ujar Jusuf.
Karena permintaannya tidak dikabulkan, pada Maret 2021, Jusuf bertemu dengan manajemen bank secara virtual melalui aplikasi Zoom. Ia menyatakan niatnya untuk melunasi utang bila pihak bank tidak memberikan kelonggaran bunga.
“Ini kan sindikasi. Saya sudah nyatakan kalau bapak-bapak tidak memberikan penurunan (bunga), kemungkinan saya akan lunasi. Kemudian mereka sudah oke,” ujar Jusuf.
Selanjutnya pada 22 Maret, Jusuf memasukkan saldo sebesar Rp 795 miliar ke bank swasta syariah itu dengan surat instruksi untuk pelunasan utang. Namun, bukannya utang lunas, ia mengatakan uangnya justru menggantung di rekening. Manajemen disebut sengaja menahan saldo Jusuf tanpa memprosesnya.
“Mereka hold uang saya dan bunga berjalan terus selama dua bulan. Mereka tidak ambil uang saya untuk lunasi utang, tapi uang saya diambil untuk bunga,” ujar Jusuf.
Jusuf telah meminta pihak bank untuk mengembalikan uangnya lantaran tak ada kemajuan yang menunjukkan bahwa permintaannya untuk melunasi utang diproses. Tak dibayar penuh senilai saldo awal Rp 795 miliar, bank hanya mengembalikan Rp 690 miliar. Bank beralasan sisa uang senilai Rp Rp 105 miliar dipakai untuk pembayaran bunga dan lain-lain.
Lebih jauh Jusuf menganggap perilaku bank tersebut mirip lintah darat. Ia menyayangkan bank syariah yang semestinya memperoleh kepercayaan masyarakat justru melakukan praktik-praktik yang tak sesuai.
“Bank syariah cukup baik, tapi ada oknum-oknum yang memanfaatkan syariah. Saya khawatir bank bagi hasil sebetulnya bukan bagi hasil, tapi lebih lintah darat dari bank konvensional,” tuturnya.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia atau MUI Anwar Abbas mengatakan seharusnya bank syariah menjunjung tinggi nilai-nilai kebersamaan dan keadilan. Anwar menyoroti bank syariah yang tidak memberikan keringanan bunga.
“Yang menjadi pertanyaan bagi saya, bagaimana mungkin sebuah bank syariah yang jelas-jelas mengharamkan bunga (interest) kok menerapkan dan mempergunakan suku bunga dalam transaksinya?” kata Anwar.
Ia lalu menyarankan Jusuf Hamka membuka nama bank tersebut ke publik. Ia khawatir semua perbankan syariah di Tanah Air akan tercoreng akibat peristiwa ini. “Akan membuat citra dan kepercayaan masyarakat terhadap perbankan syariah akan rusak dan jatuh,” ujar Anwar.